Sabtu, 16 Maret 2013

Kebersamaan di Bukit Suroloyo





             Pada libur tengah minggu kali ini aku di ajak oleh teman ku dari suatu organisasi keislaman untuk mencoba melihat lihat pemandangan di Bukit Suroloyo di Kabupaten Kulon Progo. Yaa mereka bilang itung itung sekalian mau silaturahim ke desa binaan kami yang ada di daerah Munggang Wetan.
Walaupun ketika dijarkom di sampaikan bahwa jam 7 sudah harus berkumpul aku tidak merasa keberatan ketika harus menunggu beberapa teman yang lain sehingga baru bisa berangkat jam 8. Toh perjalanan ini hanya bertujuan untuk refreshing dari kehidupan kampus, tidak ada salahnya agak ‘sedikit’ ngaret yang penting ramai.
           14 personil yang akan berangkat sudah siap. Ternyata ada seorang kakak tingkat yang ingin ikut, tapi beliau malah belum siap. Dengan berbesar hati beliau mempersilahkan kami berangkat terlebih dahulu dan beliau bilang dia kan menyusul karena beliau memang tau jalannya. Setelah briefing singkat dan membaca doa demi keselamatan kami perjalanan pun dimulai.
Rombongan 14 kami terdiri dari 2 motor wanita dan 5 motor untuk pria. Aku melakukan perjalanan ini bersama teman teman dari organisasi Keislaman di kampus. Sehingga hubungan antara pria dan wanita sangat dibatasi. Bahkan termasuk dalam urusan berboncengan dalam melakukan perjalanan. Mungkin banyak yang meragukan kemampuan wanita dalam mengemudikan sepeda motor di daerah Ekstrim, tapi inilah mereka. Mereka adalah wanita tangguh yang mandiri.
Kami berangkat dangan urutan 4 motor pria di depan kemudian dilajutkan dengan 2 motor wanita dan terakhir kembali diakhiri oleh motor pria untuk mem-back-up apabila terjadi sesuatu pada rombongan wanita. Aku sendiri berada di urutan ke 3 dari depan. Ini tidak masalah buatku karena ini bukan pertama kalinya aku menuju Desa Munggang.
Perjalanan baru melalui beberapa kilometer 2 motor pertama melaju sangat kencang meninggalkan kami. Sehingga dengan otomatis aku yang penjadi kepala dari rombongan kedua. Rute yang kami lalui adalah melalui Jalan Magelang, kemudian langsung berbelok di Terminal Jombor lalu lurus terus hingga mencapai daerah Samigaluh. Kemudian berbelok ke kanan, lalu berbelok kembali ke arah Boro.
24 kilometer pertama kami lalui tanpa masalah. Dua motor terdepan berhenti sebelum memasuki Desa Munggang menunggu teman-teman yang sebelumnya mereka tinggalkan. Setelah memasuki Daerah Munggang jalan mulai menanjak yang semakin lama semakin terjal dan berkelok kelok. 
Perjalanan yang harus kami lalui hanya tinggal 10 Km, tapi jalan yang menanjak dan cenderung berkelok-kelok sangat menguras tenaga. Bukan itu saja, kemampuan mesin motor pun juga diuji di sini karena salah satu teman ku ada yang cerita bahwa motornya beberapa kali hampir mundur karena tidak mampu menanjak lagi.
Mungkin jika dijalan biasa kita hanya memerlukan waktu kurang 20 menit untuk melaluinya. Kini sekitar 45 menit waktu yang dibutuhkan untuk memalui jarak yang sama.
Satu kilometer sebelum tempat wisata kami menyempatkan berhenti di jalur datar untuk sekedar melihat pemandangan dan menunggu rombongan wanita yang tertinggal dibelakang. Aku sempat berpikir ‘apakah mereka mampu melalui tanjakan seperti itu? Apa lagi ditambah mereka hanya menggunakan motor matic yang notabene hanya kendaraan perkotaan. Aku saja merasa kesulitan melalui medan seperti itu, apalagi mereka’.
Cukup bosan kami menunggu akhirnya mereka pun tiba. Begitu melihat kedatangan mereka, yang muncul dipikran ku adalah ‘bagaimana rasanya mendaki tanjakan terjal seperti itu dengan posisi duduk menyamping? Maklum mereka menggunakan rok. Berboncengan miring di daerah landai saja perlu ketrampilan untuk mengimbanginya. Ini ditambah dengan jalur yang sangat ekstrim’. Tiba-tiba satu orang ada yang turun begitu saja dari motor dan duduk ‘ndeprak’ ditengah jalan karena kelelahan. Untung jalannya sepi. Itulah mereka, wanita tangguh yang pantang mengeluh walau mereka jelas terlihat kelelahan.
  Tidak akan puas rasanya jika belum mencapai tujuan yang sebenarnya. Perjalanan pun kami teruskan dengan jalan yang tidak seterjal sebelumnya.
Tiba di pintu masuk kami diharuskan membayar retribusi sebesar dua ribu rupiah perorang dan seribu rupiah untuk satu motor. Akhirnya Rombongan kami pun berhasil masuk ke lokasi wisata tersebut yang bernama Bukit Suroloyo. Kami sempat bingung ingin memarkirkan motor dimana. Tetapi akhirnya kami temukan tempat penitipan motor.
Perjuangan belum selesai. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki untuk mendaki sekitar tiga ratus buah anak tangga agar bisa mencapai puncak buki. 
Dengan rasa penasaran yang memuncak, kami langsung menjajakin tiap anak tangga satu persatu. Fisik yang belum sepenuhnya pulih akibat perjalanan yang menantang tadi, membuat kami menjadi cepat lelah. Untung di pertengahan ada tempat istirahat yang bisa kami gunakan sejenak untuk beristirahat.
Semua berjuang dengan sisa tenaga yang ada untuk mencapai puncak. Entah setelah tepat tiga ratus atau malah temanku ada yang menghitung hanya 291 anak tangga akhirnya kami pun sampai di puncak dengan tergopoh gopoh. Bahkan beberapa orang yang terlalu semangat (termasuk saya) bisa dengan cepat mencapai puncak, tapi resikonya kami sangat leleh ketika sampai dipuncak.
Subhanallah. Tak terkira keindahan alam yang kami nikmati di Puncak Suroloyo ini. hamparan perbukitan hijau terhampar menyejukan mata. Kelelahan yang kami rasakan terbayar lunas ketika melihat semua pemandangan disini. Mungkin lain kali aku akan berkunjung kembali kesini dengan mengajak teman teman ku yang lain.
Tidak ada puasnya melihat pemandangan yang disajikan dari bukit suroloyo ini. Selalu saja mata saya tertari untuk melihat pemandangan disekeliling.
Semua perbekalan dibuka. Kami menikmati semua snack yang kami bawa. Saling berbagi, berfoto bersama, dan tertawa bersama menambah keakraban kami sesama pengurus suatu organisasi. Bahkan, terlupaka sejenak amanah proker proker segunung yang harus kami pertanggungjawabkan.
Oh iya, hanya sekedar untuk informasi bahwa puncak bukit ini letaknya cukup tinggi, sehingga jumlah oksigen yang ada cukup tipis jadi maklum kalau terasa agak susah bernafas bila sudah dipuncak.
Setengah jam kami menikmati pemandangan elok yang tersaji, kakak tingkat yang dari awal menyatakan ingin menyusul pun tiba. Sesampainya di puncak dia langsung duduk begitu saja di tanah untuk menjinakan rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya. Tubuhnya memang terlihat lelah, tapi hebatnya dia selalu terlihat ceria.
Wajah cerianya itulah yang semakin menambah kebahagiaan lebih di puncak Bukit Suroloyo ini. Menghilangkan gap antar angkatan. Dan memberikan warna yang lebih untuk rihlah kami kali ini.
Bukan itu saja, selama beliau masih aktif menjadi pengurus pun beliau lah yang menjadi tokoh utama pembawa kebahagiaan diantara kami. Walau terkadang wajah kami kusut akibat amanah proker yang sering jadi begitu rumit dalam pelaksaannya. Beliau tetap berusaha tersenyum dan menghibur kami agar tetap istiqomah di jalur yang sudah kami pilih ini. Benar-benar seorang kabid teladan.
Waktu menunjukan hampir pukul 11. Kami teringat bahwa masih ada rencana untuk mengunjungi rumah salah satu tokoh masyarakat untuk sekedar menyambung tali silaturahim dan menanyakan kabar tentang desa tersebut. Tetapi sebelum meninggalkan tempat ini, tidak lengkap rasanya jika tidak mengambil gambar untuk dijadikan kenang kenangan.

Perjalanan pulang sering menjadi lebih berbahaya daripada berangkat. Salah satu faktornya adalah kelelahan yang bisa menurunkan tingkat konsentrasi. Sehingga kami harus ekstra hati hati dalam menuruni 300 buah anak tangga ini. Tapi namanya juga anak muda, sayang sayang kalo diperjalanan ga foto-foto.
Bila waktu berangkat kami melalui jalan yang benar-benar ekstrim menanjak, maka sudah pasti saat kembali jika melalui jalur yang sama akan menjadi turunan yang ekstrim. Kalau dipikir-pikir ya lumayanlah, ketika berangkat pasti bensin akan menjadi lebih boros, tapi ketika pulang kami tidak perlu sering menarik gas, jadi hemat deh bensinnya.
Kami  berbincang-bincang cukup lama dengan tokoh masyarakat setempat tentang kabar desa yang kami kunjungi. Kami juga sempat diceritakan bahwa bukit suroloyo yang baru saja kami kunjungi adalah tempat wisata yang terhitung baru. Bahkan, jalan mulus yang kami lalui untuk menuju kesana pun baru selesai dibangun Januari lalu. Beruntung sekali nasib kami.
Waktu zuhur pun tiba. Setelah sholat zuhur kami segera pulang agar bisa istirahat dengan total di kosan masing-masing.