Pada libur tengah minggu kali ini
aku di ajak oleh teman ku dari suatu organisasi keislaman untuk mencoba melihat
lihat pemandangan di Bukit Suroloyo di Kabupaten Kulon Progo. Yaa mereka bilang
itung itung sekalian mau silaturahim ke desa binaan kami yang ada di daerah
Munggang Wetan.
Walaupun ketika dijarkom di
sampaikan bahwa jam 7 sudah harus berkumpul aku tidak merasa keberatan ketika
harus menunggu beberapa teman yang lain sehingga baru bisa berangkat jam 8. Toh
perjalanan ini hanya bertujuan untuk refreshing dari kehidupan kampus, tidak
ada salahnya agak ‘sedikit’ ngaret yang penting ramai.
14
personil yang akan berangkat sudah siap. Ternyata ada seorang kakak tingkat
yang ingin ikut, tapi beliau malah belum siap. Dengan berbesar hati beliau
mempersilahkan kami berangkat terlebih dahulu dan beliau bilang dia kan
menyusul karena beliau memang tau jalannya. Setelah briefing singkat dan
membaca doa demi keselamatan kami perjalanan pun dimulai.
Rombongan 14 kami terdiri dari 2
motor wanita dan 5 motor untuk pria. Aku melakukan perjalanan ini bersama teman
teman dari organisasi Keislaman di kampus. Sehingga hubungan antara pria dan
wanita sangat dibatasi. Bahkan termasuk dalam urusan berboncengan dalam
melakukan perjalanan. Mungkin banyak yang meragukan kemampuan wanita dalam
mengemudikan sepeda motor di daerah Ekstrim, tapi inilah mereka. Mereka adalah
wanita tangguh yang mandiri.
Kami berangkat dangan urutan 4
motor pria di depan kemudian dilajutkan dengan 2 motor wanita dan terakhir
kembali diakhiri oleh motor pria untuk mem-back-up apabila terjadi sesuatu pada
rombongan wanita. Aku sendiri berada di urutan ke 3 dari depan. Ini tidak
masalah buatku karena ini bukan pertama kalinya aku menuju Desa Munggang.
Perjalanan baru melalui beberapa
kilometer 2 motor pertama melaju sangat kencang meninggalkan kami. Sehingga
dengan otomatis aku yang penjadi kepala dari rombongan kedua. Rute yang kami
lalui adalah melalui Jalan Magelang, kemudian langsung berbelok di Terminal Jombor
lalu lurus terus hingga mencapai daerah Samigaluh. Kemudian berbelok ke kanan,
lalu berbelok kembali ke arah Boro.
24 kilometer pertama kami lalui
tanpa masalah. Dua motor terdepan berhenti sebelum memasuki Desa Munggang
menunggu teman-teman yang sebelumnya mereka tinggalkan. Setelah memasuki Daerah
Munggang jalan mulai menanjak yang semakin lama semakin terjal dan berkelok
kelok.
Perjalanan yang harus kami lalui
hanya tinggal 10 Km, tapi jalan yang menanjak dan cenderung berkelok-kelok
sangat menguras tenaga. Bukan itu saja, kemampuan mesin motor pun juga diuji di
sini karena salah satu teman ku ada yang cerita bahwa motornya beberapa kali
hampir mundur karena tidak mampu menanjak lagi.
Mungkin jika dijalan biasa kita
hanya memerlukan waktu kurang 20 menit untuk melaluinya. Kini sekitar 45 menit
waktu yang dibutuhkan untuk memalui jarak yang sama.
Satu kilometer sebelum tempat
wisata kami menyempatkan berhenti di jalur datar untuk sekedar melihat
pemandangan dan menunggu rombongan wanita yang tertinggal dibelakang. Aku
sempat berpikir ‘apakah mereka mampu melalui tanjakan seperti itu? Apa lagi
ditambah mereka hanya menggunakan motor matic yang notabene hanya kendaraan
perkotaan. Aku saja merasa kesulitan melalui medan seperti itu, apalagi
mereka’.
Cukup bosan kami menunggu
akhirnya mereka pun tiba. Begitu melihat kedatangan mereka, yang muncul
dipikran ku adalah ‘bagaimana rasanya mendaki tanjakan terjal seperti itu
dengan posisi duduk menyamping? Maklum mereka menggunakan rok. Berboncengan
miring di daerah landai saja perlu ketrampilan untuk mengimbanginya. Ini
ditambah dengan jalur yang sangat ekstrim’. Tiba-tiba satu orang ada yang turun
begitu saja dari motor dan duduk ‘ndeprak’ ditengah jalan karena kelelahan.
Untung jalannya sepi. Itulah mereka, wanita tangguh yang pantang mengeluh walau
mereka jelas terlihat kelelahan.
Tidak akan puas rasanya jika belum mencapai tujuan yang sebenarnya.
Perjalanan pun kami teruskan dengan jalan yang tidak seterjal sebelumnya.
Tiba di pintu masuk kami
diharuskan membayar retribusi sebesar dua ribu rupiah perorang dan seribu
rupiah untuk satu motor. Akhirnya Rombongan kami pun berhasil masuk ke lokasi
wisata tersebut yang bernama Bukit Suroloyo. Kami sempat bingung ingin
memarkirkan motor dimana. Tetapi akhirnya kami temukan tempat penitipan motor.
Perjuangan belum selesai. Dari
sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki untuk mendaki sekitar tiga
ratus buah anak tangga agar bisa mencapai puncak buki.
Dengan rasa penasaran yang
memuncak, kami langsung menjajakin tiap anak tangga satu persatu. Fisik yang
belum sepenuhnya pulih akibat perjalanan yang menantang tadi, membuat kami
menjadi cepat lelah. Untung di pertengahan ada tempat istirahat yang bisa kami
gunakan sejenak untuk beristirahat.
Semua berjuang dengan sisa tenaga
yang ada untuk mencapai puncak. Entah setelah tepat tiga ratus atau malah
temanku ada yang menghitung hanya 291 anak tangga akhirnya kami pun sampai di
puncak dengan tergopoh gopoh. Bahkan beberapa orang yang terlalu semangat
(termasuk saya) bisa dengan cepat mencapai puncak, tapi resikonya kami sangat
leleh ketika sampai dipuncak.
Subhanallah. Tak terkira
keindahan alam yang kami nikmati di Puncak Suroloyo ini. hamparan perbukitan
hijau terhampar menyejukan mata. Kelelahan yang kami rasakan terbayar lunas
ketika melihat semua pemandangan disini. Mungkin lain kali aku akan berkunjung
kembali kesini dengan mengajak teman teman ku yang lain.
Tidak ada puasnya melihat
pemandangan yang disajikan dari bukit suroloyo ini. Selalu saja mata saya
tertari untuk melihat pemandangan disekeliling.
Semua perbekalan dibuka. Kami
menikmati semua snack yang kami bawa. Saling berbagi, berfoto bersama, dan
tertawa bersama menambah keakraban kami sesama pengurus suatu organisasi.
Bahkan, terlupaka sejenak amanah proker proker segunung yang harus kami
pertanggungjawabkan.
Oh iya, hanya sekedar untuk
informasi bahwa puncak bukit ini letaknya cukup tinggi, sehingga jumlah oksigen
yang ada cukup tipis jadi maklum kalau terasa agak susah bernafas bila sudah
dipuncak.
Setengah jam kami menikmati
pemandangan elok yang tersaji, kakak tingkat yang dari awal menyatakan ingin
menyusul pun tiba. Sesampainya di puncak dia langsung duduk begitu saja di
tanah untuk menjinakan rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya. Tubuhnya memang
terlihat lelah, tapi hebatnya dia selalu terlihat ceria.
Wajah cerianya itulah yang semakin
menambah kebahagiaan lebih di puncak Bukit Suroloyo ini. Menghilangkan gap
antar angkatan. Dan memberikan warna yang lebih untuk rihlah kami kali ini.
Bukan itu saja, selama beliau
masih aktif menjadi pengurus pun beliau lah yang menjadi tokoh utama pembawa
kebahagiaan diantara kami. Walau terkadang wajah kami kusut akibat amanah
proker yang sering jadi begitu rumit dalam pelaksaannya. Beliau tetap berusaha
tersenyum dan menghibur kami agar tetap istiqomah di jalur yang sudah kami
pilih ini. Benar-benar seorang kabid teladan.
Waktu menunjukan hampir pukul 11.
Kami teringat bahwa masih ada rencana untuk mengunjungi rumah salah satu tokoh
masyarakat untuk sekedar menyambung tali silaturahim dan menanyakan kabar
tentang desa tersebut. Tetapi sebelum meninggalkan tempat ini, tidak lengkap
rasanya jika tidak mengambil gambar untuk dijadikan kenang kenangan.
Perjalanan pulang sering menjadi
lebih berbahaya daripada berangkat. Salah satu faktornya adalah kelelahan yang
bisa menurunkan tingkat konsentrasi. Sehingga kami harus ekstra hati hati dalam
menuruni 300 buah anak tangga ini. Tapi namanya juga anak muda, sayang sayang
kalo diperjalanan ga foto-foto.
Bila waktu berangkat kami melalui
jalan yang benar-benar ekstrim menanjak, maka sudah pasti saat kembali jika
melalui jalur yang sama akan menjadi turunan yang ekstrim. Kalau dipikir-pikir
ya lumayanlah, ketika berangkat pasti bensin akan menjadi lebih boros, tapi
ketika pulang kami tidak perlu sering menarik gas, jadi hemat deh bensinnya.
Kami berbincang-bincang cukup lama dengan tokoh
masyarakat setempat tentang kabar desa yang kami kunjungi. Kami juga sempat
diceritakan bahwa bukit suroloyo yang baru saja kami kunjungi adalah tempat
wisata yang terhitung baru. Bahkan, jalan mulus yang kami lalui untuk menuju
kesana pun baru selesai dibangun Januari lalu. Beruntung sekali nasib kami.
Waktu zuhur pun tiba. Setelah
sholat zuhur kami segera pulang agar bisa istirahat dengan total di kosan
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar