Rabu, 24 Juli 2013

Kesasar Yang Menyenangkan (2 days in Dieng)

      Loh, kok bisa kesasar tapi tetap menyenangkan? baca dulu aja sampe selesai.
      Disebabkan oleh tempat raftingnya yang terhitung cukup jauh dari Dieng maka kami bersiap rafting sekaligus check out dari penginapan. Bayangkan saja Dieng itu berada di wilayah utara Wonosobo sedangkan rafting yang akan kita laksanakan berada di bagian selatan Wonosobo yang menggunakan badan Sungai Serayu.
      Perjalanan dari Dieng menuju tempat rafting memakan waktu sekitar satu jam, dan hanya guide kami lah yang mengetahui dimana sebenarnya letak Bascamp rafting tersebut. Sehingga dia berada paling depan untuk memberi tahu arahnya. Tetapi saking cepatnya beliau mengemudikan motornya, kami kehilangan jejak.
      Untuk mengantisipasi salah jalan, salah seorang diantara kami bertanya kepada penduduk setempat tentang keberadaan Sungai Serayu. Berkali-kali kami bertanya tapi hasilnya nihil.
      Ujung-ujungnya kami malah sampai di Telaga Menjer. Sebuah danau yang dikelilingi oleh perbukitan. Di sana pun kami bertusaha bertanya kepada penduduk setempat, tapi beliau malah kebingungan. Di tempat ini kami yakin bahwa kami tersesat.
       Sekalipun kami tersesat, kami tetap takjub akan keindahan alam yang disajikan di Telaga Mejer. Sejenak ku berpikir, ah tidak jadi rafting tidak masalah, kita nikmati saja pemandangan alam disini.
       Kali ini Wonosobo benar-benar membuat saya takjub. Sekalipun kami tersesat. Saya tetap bisa menemukan tempat yang indah sekalipun kami dalam kondisi tersesat. Mungkin jika lain kali saya berkunjung ke Wonosobo lagi, saya tidak perlu menggunakan guide, peta, ataupun tujuan wisata. Saya berharap tersesat saja toh nanti juga akan menemukan tempat yang bagus kok.




Jumat, 19 Juli 2013

Rafting At Wonosobo (2 days in Dieng)



       Setibanya kami di basecamp arung jeram, kami disambut dengan ramah oleh pengelola setempat sekalipun kami datang dengan terlambat. Di basecamp kami disuguhkan dengan beberapa macam hidangan khas setempat.
       Setelah sempat sedikit melenturkan otot-otot yang kaku, kami langsung siap-siap berarung jeram. Tidak lupa kami menggunakan pelampung  dan helm yang disediakan oleh penyelenggara setempat.

        Kamudian kami diberikan briefing singkat tentang tata cara berarung jeram dan hal-hal yang harus dilakukan jika suatu hal terjadi di saat bearung jeram. Setelah itu, saatnya naik ke atas perahu.
        Tibalah saatnya bearung jeram. Setiap perahu berisikan enam sampai tujuh orang termasuk skipper. Skipper adalah orang yang mengatur pergerakan setiap perahu. Mengingat begitu pentingnya posisi skipper, maka kali ini semua skipper berasal dari pengelola setempat.
         Para pengelola disini sangat disiplin. Contohnya adalah sekalipun para peserta yang melakukan arung jeram ini hanya membutuhkan 5 perahu karet. Tetapi mereka tetap menurunkan 6 buah perahu karet. Sebab satu buah perahu karet yang ditambahkan itu digunakan untuk tim penyelamat dari pengelola setempat. Bahkan, menurut keterangan dari pengelolanya sendiri, sekalipun peserta hanya membutuhkan satu perahu karet mereka akan tetap menurunkan 2 buah perahu sebagai profesionalitas mereka.
          
       Pengelola disini juga sangat antisipatif, mereka tidak akan membiarkan peserta memasuki jeram tanpa kontrol dari tim penyelamat. Berkat profesionalitas dari pengelola juga kami dapat berarung jeram tanpa takut akan terjadi hal-hal yang tidak diingin kan.
       Walaupun di akhir rute semua peserta basah kuyup, kami semua senang.
       Hari adalah waktu yang terlalu singkat untuk menjelajahi Wonosobo. Masih banyak tempat yang belum kami kunjungi. Ada yang mau ikut?

       Baca cerita yang pertama

Minggu, 14 Juli 2013

Kompleks Candi Arjuna (2 days in Dieng)


     Dalam perjalanan kembali ke penginapan, kami menyempatkan diri untuk mampir ke tempat yang kemarin batal kami kunjungi. Ya, Kompleks Candi Dieng.
     Menurut cerita dari guide kami, candi-candi ini ditemukan oleh seorang kewarganegaraan Belanda saat Indonesia masih dalam penjajahan. Candi-candi itu ditemukan di dalam sebuah telaga yang saat ini sudah dikurangi volumenya, sehingga saat ini candi-candi itu terlihat berada diatas daratan.

      Sebeneranya di dalam Kompleks Candi Dieng ini ada beberapa kompleks candi yang terpisah, seperti gatot kaca, arjuna, dan candi-candi lain yang juga menggunakan nama tokoh-tokoh pewayangan. Tetapi karena keterbatasan waktu, kami hanya sempat mengunjungi salah satu kompleks yaitu kompleks Candi Arjuna, dimana didalamnya terdapat 5 candi yang menggunakan nama tokoh pewayangan dan salah satunya tentu saja Candi Arjuna.
     Ditempat ini  guide kami sempat menyampaikan tentang keindahan Taman Teletubies. Kenapa dinamakan demikian? Karena tempatnya memang sangat luas, hijau dan berbukit-bukit seperti dalam Serial Teletubies. Tetapi sayangnya, kembali karena keterbatasan waktu kami tidak mendapat kesempatan untuk mengunjunginya.
     Sedikit tips dari saya, jika ingin memasuki Kompleks Candi Dieng ini mintalah guide yang menemani kita untuk melalui pintu samping, alias jangan menggunakan pintu utama. Sebab jika melewati pintu samping kita akan melalui koridor yang cukup panjang, dimana koridor itu dihiasi pohon cemara di sisi-sisinya dan dibalik pepohonan itu terdapat perkebunan warga yang bener-benar menyegarkan mata.

Terus baca lanjutan perjalannya disini

Sunrise at Sikunir (2 days in Dieng)

Sekitar Pukul 3 kami sudah bangun dari tidur dan langsung bersiap-siap untuk tracking. Kami berangkat dari penginapan menjelang pukul 4 pagi, sehingga kami melaksanakan Sholat Subuh di salah satu desa yang kami lewati. Konon adalah desa tertinggi di Pulau Jawa.
Dari penginapan, kami masih harus menempuh perjalan sejauh 7 km untuk mencapai basecamp pendakian ke Puncak Sikunir. rute yang cukup pendek memang, ditambah lagi jalur ini tidak se-ekstrim ketika memasuki kawasan Dieng. Walaupun jaraknya cukup dekat, pada saat liburan atau sedang ramai perjalanan yang awalnya hanya 15-20 menit ini bisa molor akibat macet, jadi sabar yaa hehe
Motor-motor yang kami gunakan kami parkirkan di dekat dengan telaga Cebongan. Masih ada perjalanan sejauh 1 km lagi untuk mencapai puncak Sikunir tapi, perjalanan ini hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Setelah Briefing singkat dari guide, kami langsung melanjutkan mendaki Bukit Sikunir. Pendakian ini dilakukan pada pagi-pagi buta sebelum matahari terbit. Sebaiknya para pendaki membawa alat penerangan berupa senter ataupun headlamp karena jalan setapak yang dilewati sangat gelap.
Perjalanan ini terhitung mudah, sebab setengah perjalanan pertama kami melalui jalan setapak yang sudah disusunkan batu sebagai tempat berpijak, di beberapa tebing yang cukup curam pun sudah disediakan pegangan untuk memfasilitasi para pengunjung kalau-kalju ada yang terpeleset.
 Cukup setengah jam waktu yang kami butuhkan untuk mencapai Puncak Sikunir. Mungkin bagi yang tidak biasa mengandalkan memang terasa sangat melelahkan, tapi bagi yang suka mendaki gunung, perjalanan ini pasti bukan masalah.
Alhamdulillah, sesampainya kami di puncak, kami masih belum terlambat untuk menikmati matahari terbit di ufuk timur. Ditambah dengan Gunung Sumbing dan Sindoro yang tampak begitu dekat, dan juga gumpalan awan putih yang begulung-gulung menutupi kaki bukit. Sungguh indah memang. Sikunir adalah salah satu tempat terbaik di asia tenggara untuk menikamati sunrise. Tidak ada kata yang cukup sepadan untuk menggambarkan keindahnnya.

     Syukur yang kuucapkan pun rasanya tidak sebanding dengan anugerah yang Dia hamparkan kehadapanku.
Di puncak ini pun terlihat beberapa kelompok pendaki yang mendirikan tenda agar bisa menginap di Puncak Sikunir ini. Sepertinya seru juga, mungkin lain kali harus dicoba.
Matahari sudah mulai meninggi, saatnya kami turun dan bersiap untuk melaksanakan agenda berikutnya.
Kami menuruni Puncak Sikunir melalui jalur yang berbeda. Jalur yang kami lalui ini tepat bersebelahan dengan Telaga Cebongan, jadi perjalanan menuruni bukit pun tertahan oleh pesona yang ditimbulkan Telaga Cebongan dan kawasan di sekitarnya yang melengkapi keindahan Telaga Cebongan.
                

     Setelah puas berfoto kami segera melanjutkan perjalanan menuruni tracking. Jalur pulang yang kami lalui ini lebih terjal dan lebih licin jika dibandingkan dengan jalur yang kami lalui untuk mendaki. Tetapi jangan takut, pengelola setempat juga menyediakan pegangan agar para pengunjung tidak terpeleset.
     Sesampainya di basecamp, kami disambut oleh pemusik dengan alat musik setempat sehingga suasana menjadi meriah.
Penasaran ingin mencoba? Langsung saja ke Dieng di Kabupaten Wonosobo.


     bersambung disini

Telaga Warna (2 days in Dieng)


Sejak saya kecil, telinga saya sudah akrab dengan sebutan Dataran Tinggi Dieng. Suatu kawasan perbukitan yang konon memiliki keindahan alam yang paling mengagumkan di Pulau Jawa. Sejak kecil pula saya berharap bisa mengunjungi tempat itu, tapi karena latak geografisnya yang terhitung jauh dari tanah kelahiran saya di Depok saya mengesampingkan keinginan itu.
                Seiring berjalannya waktu, saya ditakdirkan untuk kuliah di Provinsi DIY yang secara geografis letaknya cukup dekat dengan Dataran Tinggi Dieng. Kondisi yang seperti ini kembali mengingatkan akan harapan masa kecil ku ketika ingin mengunjugi Dieng. Ditambah lagi beberapa temanku yang ternyata pernah mengunjungi Dieng, saya semakin penasaran dengan keindahan alam yang dimiliki oleh Dataran tinggi Dieng.
                Beruntung sekali, beberapa pekan yang lalu saya mendapat kesempatan untuk bisa menikmati keindahan alam Dieng bersama teman-teman dari ASEC (Actual Smile English Club) sebuah klub Bahasa Inggris antar universitas di Jogja bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupatan Wonosobo. Saya berharap, rasa penasaran yang ku pendam selama ini akan terlampiaskan.
                Perjalanan yang kami lakukan selama 2 hari ini diagenda kan untuk mengunjungi Telaga Warna, Telaga Pengilon, Gua Semar, DPT (Dieng Plateau Teater), Kompleks Candi Dieng, menikmati sunrise di Sikunir, dan arung jeram di Sungai Serayu. Wow! Bisa arung jeram di Dieng?? Bukan, arung jeram yang kami lakukan ini di luar kawasan wisata Dieng tetapi masih dalam Kabupaten Wonosobo tempat salah satu sisi kawasan Dieng bernaung.
Mengingat agenda kami yang cukup padat, ditambah lagi kami juga harus melakukan perjalanan selama 3 jam dari Jogja menuju Kota Wonosobo dan setelah itu masih dilanjutkan lagi perjalanan selama 1 jam menuju kawasan wisata Dieng, jadi kami harus pintar pintar membagi waktu dan me-manage tenaga.


Kedatangan kami di Dataran Tinggi Dieng disambut dengan hujan yang sangat lebat. Untunglah, hujan yang sangat lebat itu memakasa kami selalu fokus ke jalan karena tidak bisa menikmatil alam di sekitar jalan yang kami lalui. Ditambah lagi dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok ala pengunungan pun membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi dari pada pengendara.
Objek wisata yang pertama kami kunjungi adalah Telaga Warna. Telaga Warna ini sangat unik, tidak seperti telaga lainnya yang biasanya berwarna cenderung coklat, telaga ini memiliki warna hijau tosca dan juga telaga ini juga mengeluarkan bau belerang yang sangat pekat. Selain itu, posisi telaga yang dikelilingi perbukitan juga memberikan memberikan keindahan alam tersendiri bagi wisatawan yang mengunjunginya.
Sebenarnya dengan melalui pintu masuk Telaga Warna ini kita juga bisa langsung mengunjungi Telaga Pengilon, Gua Semar, dan DPT (Dieng Plateau Teater). Tetapi sayang, karena hari sudah mulai gelap kami tidak bisa menikmati semuanya secara utuh. Walau pun kami sempat berkeliling dan mengunjungi Gua Semar, tetap kurang puas rasanya sebab kami melakukan nya dengan terburu-buru. Seandainya bisa tiba di tempat ini lebih awal, mungkin kami akan lebih puas menikmati pemandangan di Telaga Warna.

Oh iya, saran dari saya jangan malu-malu bila ingin menggunakan jasa guide setempat, sebab merekalah yang sudah sehari-hari berada disana dan sehingga mereka benar-benar mengerti sudut-sudut yang sangat indah dari objek wisata untuk dijadikan kenang-kenangan ketika pulang nanti.
Dari Telaga Warna kami langsung menuju kompleks Candi Dieng dan berharap bahwa sesampainya di sana kami bisa melihat candi-candi yang disinari oleh lampu-lampu disekitarnya. Tetapi sayang, ternyata lampu untuk candi candi tersebut baru dinyalakan pukul 9 malam, sedangkan kami harus bersiap-siap tracking agar bisa menikmati sunrise di puncak sikunir pada keesokan harinya.

Bersambung...

     Baca juga cerita berikutnya :
Sunrise At Sikunir

Rabu, 15 Mei 2013

Mie Persis (Bungkusnya)


                Coba bayangkan, apa yang ada dipikiran kita waktu lihat mie instan lengkap dengan bungkusnya? Sejenak kita berharap bahwa mie instan yang nanti tersaji akan persis dengan apa yang ditampilkan dibungkusnya. Tapi setelah dihidangkan semua jenis mie punya bentuk yang gitu-gitu aja. Perbedaan signifikan hanya jika yang satu adalah mie rebus dan yang lainnya adalah mie goreng.
                Pernah ga sih kepikiran buat nyobain mie yang punya tampilan seperti yang ada di bungkus?
                Nah kebetulan, di Jogja ada warung makan yang namanya Mie Persis Telap 12. Kalo ditanya apanya yang persis, jawabannya sudah jelas tampilannya yang persis seperti yang ada di bungkus Mie Instannya.
                Penasaran? Langsung aja dateng ke Jalan Pandean No. 10b atau lebih gampangnya dari UTY yang ada di Jalan Glagah Sari lurus terus ke selatan, nanti sebelum traffic light warungnya ada di sebelah kanan jalan persis di depan Quick Press.
                Masih ga percaya? Liat nih foto-fotonyaa
menu yang disediakan

Indomie Goreng Sate

mie goreng pedas


mi goreng cabe ijo


Indomie Soto Ayam



Mie Rasa Kari Ayam

               Tempatnya sih emang ga begitu besar, tapi liat aja sendiri nih interiornya

                    Mantap kaan? Nih petanya bro..

         Kalo perlu, sekalian juga nih di follow twitternya @TELAP12



Sabtu, 16 Maret 2013

Kebersamaan di Bukit Suroloyo





             Pada libur tengah minggu kali ini aku di ajak oleh teman ku dari suatu organisasi keislaman untuk mencoba melihat lihat pemandangan di Bukit Suroloyo di Kabupaten Kulon Progo. Yaa mereka bilang itung itung sekalian mau silaturahim ke desa binaan kami yang ada di daerah Munggang Wetan.
Walaupun ketika dijarkom di sampaikan bahwa jam 7 sudah harus berkumpul aku tidak merasa keberatan ketika harus menunggu beberapa teman yang lain sehingga baru bisa berangkat jam 8. Toh perjalanan ini hanya bertujuan untuk refreshing dari kehidupan kampus, tidak ada salahnya agak ‘sedikit’ ngaret yang penting ramai.
           14 personil yang akan berangkat sudah siap. Ternyata ada seorang kakak tingkat yang ingin ikut, tapi beliau malah belum siap. Dengan berbesar hati beliau mempersilahkan kami berangkat terlebih dahulu dan beliau bilang dia kan menyusul karena beliau memang tau jalannya. Setelah briefing singkat dan membaca doa demi keselamatan kami perjalanan pun dimulai.
Rombongan 14 kami terdiri dari 2 motor wanita dan 5 motor untuk pria. Aku melakukan perjalanan ini bersama teman teman dari organisasi Keislaman di kampus. Sehingga hubungan antara pria dan wanita sangat dibatasi. Bahkan termasuk dalam urusan berboncengan dalam melakukan perjalanan. Mungkin banyak yang meragukan kemampuan wanita dalam mengemudikan sepeda motor di daerah Ekstrim, tapi inilah mereka. Mereka adalah wanita tangguh yang mandiri.
Kami berangkat dangan urutan 4 motor pria di depan kemudian dilajutkan dengan 2 motor wanita dan terakhir kembali diakhiri oleh motor pria untuk mem-back-up apabila terjadi sesuatu pada rombongan wanita. Aku sendiri berada di urutan ke 3 dari depan. Ini tidak masalah buatku karena ini bukan pertama kalinya aku menuju Desa Munggang.
Perjalanan baru melalui beberapa kilometer 2 motor pertama melaju sangat kencang meninggalkan kami. Sehingga dengan otomatis aku yang penjadi kepala dari rombongan kedua. Rute yang kami lalui adalah melalui Jalan Magelang, kemudian langsung berbelok di Terminal Jombor lalu lurus terus hingga mencapai daerah Samigaluh. Kemudian berbelok ke kanan, lalu berbelok kembali ke arah Boro.
24 kilometer pertama kami lalui tanpa masalah. Dua motor terdepan berhenti sebelum memasuki Desa Munggang menunggu teman-teman yang sebelumnya mereka tinggalkan. Setelah memasuki Daerah Munggang jalan mulai menanjak yang semakin lama semakin terjal dan berkelok kelok. 
Perjalanan yang harus kami lalui hanya tinggal 10 Km, tapi jalan yang menanjak dan cenderung berkelok-kelok sangat menguras tenaga. Bukan itu saja, kemampuan mesin motor pun juga diuji di sini karena salah satu teman ku ada yang cerita bahwa motornya beberapa kali hampir mundur karena tidak mampu menanjak lagi.
Mungkin jika dijalan biasa kita hanya memerlukan waktu kurang 20 menit untuk melaluinya. Kini sekitar 45 menit waktu yang dibutuhkan untuk memalui jarak yang sama.
Satu kilometer sebelum tempat wisata kami menyempatkan berhenti di jalur datar untuk sekedar melihat pemandangan dan menunggu rombongan wanita yang tertinggal dibelakang. Aku sempat berpikir ‘apakah mereka mampu melalui tanjakan seperti itu? Apa lagi ditambah mereka hanya menggunakan motor matic yang notabene hanya kendaraan perkotaan. Aku saja merasa kesulitan melalui medan seperti itu, apalagi mereka’.
Cukup bosan kami menunggu akhirnya mereka pun tiba. Begitu melihat kedatangan mereka, yang muncul dipikran ku adalah ‘bagaimana rasanya mendaki tanjakan terjal seperti itu dengan posisi duduk menyamping? Maklum mereka menggunakan rok. Berboncengan miring di daerah landai saja perlu ketrampilan untuk mengimbanginya. Ini ditambah dengan jalur yang sangat ekstrim’. Tiba-tiba satu orang ada yang turun begitu saja dari motor dan duduk ‘ndeprak’ ditengah jalan karena kelelahan. Untung jalannya sepi. Itulah mereka, wanita tangguh yang pantang mengeluh walau mereka jelas terlihat kelelahan.
  Tidak akan puas rasanya jika belum mencapai tujuan yang sebenarnya. Perjalanan pun kami teruskan dengan jalan yang tidak seterjal sebelumnya.
Tiba di pintu masuk kami diharuskan membayar retribusi sebesar dua ribu rupiah perorang dan seribu rupiah untuk satu motor. Akhirnya Rombongan kami pun berhasil masuk ke lokasi wisata tersebut yang bernama Bukit Suroloyo. Kami sempat bingung ingin memarkirkan motor dimana. Tetapi akhirnya kami temukan tempat penitipan motor.
Perjuangan belum selesai. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki untuk mendaki sekitar tiga ratus buah anak tangga agar bisa mencapai puncak buki. 
Dengan rasa penasaran yang memuncak, kami langsung menjajakin tiap anak tangga satu persatu. Fisik yang belum sepenuhnya pulih akibat perjalanan yang menantang tadi, membuat kami menjadi cepat lelah. Untung di pertengahan ada tempat istirahat yang bisa kami gunakan sejenak untuk beristirahat.
Semua berjuang dengan sisa tenaga yang ada untuk mencapai puncak. Entah setelah tepat tiga ratus atau malah temanku ada yang menghitung hanya 291 anak tangga akhirnya kami pun sampai di puncak dengan tergopoh gopoh. Bahkan beberapa orang yang terlalu semangat (termasuk saya) bisa dengan cepat mencapai puncak, tapi resikonya kami sangat leleh ketika sampai dipuncak.
Subhanallah. Tak terkira keindahan alam yang kami nikmati di Puncak Suroloyo ini. hamparan perbukitan hijau terhampar menyejukan mata. Kelelahan yang kami rasakan terbayar lunas ketika melihat semua pemandangan disini. Mungkin lain kali aku akan berkunjung kembali kesini dengan mengajak teman teman ku yang lain.
Tidak ada puasnya melihat pemandangan yang disajikan dari bukit suroloyo ini. Selalu saja mata saya tertari untuk melihat pemandangan disekeliling.
Semua perbekalan dibuka. Kami menikmati semua snack yang kami bawa. Saling berbagi, berfoto bersama, dan tertawa bersama menambah keakraban kami sesama pengurus suatu organisasi. Bahkan, terlupaka sejenak amanah proker proker segunung yang harus kami pertanggungjawabkan.
Oh iya, hanya sekedar untuk informasi bahwa puncak bukit ini letaknya cukup tinggi, sehingga jumlah oksigen yang ada cukup tipis jadi maklum kalau terasa agak susah bernafas bila sudah dipuncak.
Setengah jam kami menikmati pemandangan elok yang tersaji, kakak tingkat yang dari awal menyatakan ingin menyusul pun tiba. Sesampainya di puncak dia langsung duduk begitu saja di tanah untuk menjinakan rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya. Tubuhnya memang terlihat lelah, tapi hebatnya dia selalu terlihat ceria.
Wajah cerianya itulah yang semakin menambah kebahagiaan lebih di puncak Bukit Suroloyo ini. Menghilangkan gap antar angkatan. Dan memberikan warna yang lebih untuk rihlah kami kali ini.
Bukan itu saja, selama beliau masih aktif menjadi pengurus pun beliau lah yang menjadi tokoh utama pembawa kebahagiaan diantara kami. Walau terkadang wajah kami kusut akibat amanah proker yang sering jadi begitu rumit dalam pelaksaannya. Beliau tetap berusaha tersenyum dan menghibur kami agar tetap istiqomah di jalur yang sudah kami pilih ini. Benar-benar seorang kabid teladan.
Waktu menunjukan hampir pukul 11. Kami teringat bahwa masih ada rencana untuk mengunjungi rumah salah satu tokoh masyarakat untuk sekedar menyambung tali silaturahim dan menanyakan kabar tentang desa tersebut. Tetapi sebelum meninggalkan tempat ini, tidak lengkap rasanya jika tidak mengambil gambar untuk dijadikan kenang kenangan.

Perjalanan pulang sering menjadi lebih berbahaya daripada berangkat. Salah satu faktornya adalah kelelahan yang bisa menurunkan tingkat konsentrasi. Sehingga kami harus ekstra hati hati dalam menuruni 300 buah anak tangga ini. Tapi namanya juga anak muda, sayang sayang kalo diperjalanan ga foto-foto.
Bila waktu berangkat kami melalui jalan yang benar-benar ekstrim menanjak, maka sudah pasti saat kembali jika melalui jalur yang sama akan menjadi turunan yang ekstrim. Kalau dipikir-pikir ya lumayanlah, ketika berangkat pasti bensin akan menjadi lebih boros, tapi ketika pulang kami tidak perlu sering menarik gas, jadi hemat deh bensinnya.
Kami  berbincang-bincang cukup lama dengan tokoh masyarakat setempat tentang kabar desa yang kami kunjungi. Kami juga sempat diceritakan bahwa bukit suroloyo yang baru saja kami kunjungi adalah tempat wisata yang terhitung baru. Bahkan, jalan mulus yang kami lalui untuk menuju kesana pun baru selesai dibangun Januari lalu. Beruntung sekali nasib kami.
Waktu zuhur pun tiba. Setelah sholat zuhur kami segera pulang agar bisa istirahat dengan total di kosan masing-masing.